Syahid yang Sesungguhnya

Syahid yang Sesungguhnya

Gelar syahid bagi seorang hamba bukan karena sakitnya, bukan pula karena kematiannya. Tetapi karena adanya riyadhah (latihan) berupa kesungguhan dalam beribadah kepada Allah. Gelar syahid hanya dimiliki oleh seorang hamba yang sedang fi sabilillah dan jihad membela agama Allah. Jika rasa sakit atau musibah yang Allah berikan dilaluinya dengan penuh kesabaran dan ketawakalan serta terus melaksanakan aktifitas ibadah semisal fi sabilillah dan jihad maka pantaslah baginya mendapatkan gelar syahid. Sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 41 :

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

Sebagaimana perang pada jaman Rasulullah dahulu, seseorang dianggap syahid ketika mati berkucur darah dalam peperangan. Namun kita perlu berhati-hati bahwa bukan karena pengorbanan dzahiriyahnya yang menyebabkan mereka mati syahid. Rasa sakit, luka, penderitaan, bahkan kematian hanyalah wujud dari aktifitas batin mereka. Jiwa mereka benar-benar tulus membela agama Allah sehingga raga pun bergerak menghendaki keinginan jiwa yang telah lurus di jalanNya.

Penilaian syahid atau tidaknya seseorang ketika berjihad adalah di tangan Allah, bukan pada manusia. Namun Allah telah memberikan petunjukNya melalui Rasulullah bahwa orang yang berjihad adalah mereka yang berjuang di jalan Allah dengan hati yang tulus ikhlas. Ini menandakan tidak adanya keterlibatan atau keinginan pribadi dalam berjuang. Semua keinginan pribadi haruslah ditepis kemudian hanya menyisakan satu perkara yaitu meninggikan nama Allah.

Jihad haruslah dilakukan dengan cara memurnikan niat hanya karena Allah. Meski berkorban hingga bercucur darah namun bila didapati keinginan untuk riya’, ingin dianggap telah mampu berjihad, ingin dianggap gagah berani, itu semua akan menggugurkan perjuangannya.

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur-an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia-lah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” [Al-Hajj/22 : 78]

Jihad yang sebenar-benarnya adalah melakukan segala aktifitas dengan niat ibadah kepada Allah. Begitu pula dalam melakukannya disertai dengan perjuangan dan latihan yang sungguh-sungguh. Semisal saat ini kita sedang dihadapkan pada kasus Covid-19, maka cara berjuang kita adalah pertama dengan memurnikan niat yakni jiwa kita berjuang untuk tetap mengingat Allah dan menyandarkan segala perilaku dan aktifitas karena Allah. Jika batin telah murni seperti itu, maka gerak tubuh otomatis akan bergerak sesuai jiwa kita yakni dengan menjaga kebersihan, saling mengingatkan untuk tetap di rumah, saling menghimbau untuk tetap tenang tidak panik, melakukan aktifitas yang positif, beribadah, menebar ilmu, dan lain-lain. Dan bila kita harus meninggal disaat seperti itu, maka itulah kesyahidan yang sesungguhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.