Keindahan Takdir Melalui Penyerahan Diri Pada Allah

Secara sederhana, tawakal adalah berserah diri. Segala urusan hendaknya memang dipasrahkan dan disandarkan pada kehendak Allah Swt. Ini adalah bagian dari keimanan. Sebab ketika seseorang telah berserah diri itu artinya ia betul-betul percaya kepada Dzat yang Maha Kuasa. Berserah diri berarti tidak ingin menyegerakan sesuatu yang sebenarnya diakhirkan Allah atau tidak ingin mengakhiri sesuatu yang sebenarnya ingin disegerakan Allah. Sehingga semua penyerahan dan ikhtiar bersandar pada kehendak Allah. Inilah tawakal yang sesungguhnya.

Artinya ia tidak memaksakan kehendak terhadap keinginannya sendiri (makhluk). Ia hanya mengikuti apa yang ditakdirkan oleh Allah. Ia selalu siap menerima segala sesuatu dalam kondisi apapun entah itu menyenangkan atau menyedihkan. Namun pasrah bukan berarti pasif, bahwa manusia tetap tidak boleh meninggalkan ikhtiar sebagai kewajibannya. Ia pasrah dengan kehendak Allah dengan tetap mengikuti sunnatullah dan sunnah Rasulullah, disyariatkannya ikhtiar adalah wujud sabar dan syukur seseorang terhadap apa yang tengah menimpanya.

Maka dari itu, antara tawakal dan ikhtiar tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling mendukung untuk menuju takwa kepada Allah. Keduanya sama-sama merupakan perintah Allah, ikhtiar adalah perintahNya terhadap jasmani kita, sedangkan tawakal adalah perintahNya terhadap hati kita sebagai wujud keimanan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam potongan ayat QS. Al-Imran: 159

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

Sebagai muslim sejati marilah kita berserah diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya penyerahan. Karena Allah menyukai orang-orang yang berserah diri. Dengan berserah diri kita telah memposisikan diri sebagai hambaNya yang senantiasa patuh dan taat kepada TuanNya. Bukankah tiada kenikmatan yang dapat menyamai kenikmatan dicintai Allah Swt ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.