Dialog yang Memancing Kemarahan Besar

     Oleh : Drs. Ahmad Shobiri Muslim, M.Ag.

(Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Kediri)

Kisah di bawah ini merupakan kisah pada masa sahabat Nabi. Kisah yang terlihat sederhana namun memiliki hikmah luar biasa. Diceritakan seorang sahabat Nabi bernama Hudzaifah Ibnu al-Yamani bertemu di pagi hari dengan Umar Ibnu al-Khattab. Kemudian terjadilah dialog diantara mereka.

Umar bertanya kepada Hudzaifah, “bagaimana keadaanmu pagi ini?”. Hudzaifah pun menjawab, “Saya benci kepada al-Haq, cinta kepada fitnah, shalat tanpa wudlu’, bersaksi kepada yang tidak aku melihatnya, memiliki di dunia yang tidak dimiliki oleh Allah di langit dan menghafal yang bukan makhluk Allah”. Mendengar jawaban Hudzaifah itu Umar langsung memalingkan wajahnya dan marah besar. Dalam keadaan  itu ketepatan Ali bin Abi Thalib sedang lewat dan terjadilah dialog.

Ali bertanya. “Wahai Umar! Apa yang menyebabkan anda marah besar?”. Umar menceriterakan apa yang dikatakan Hudzaifah selengkapnya. Kata Ali, pernyataan Hudzaifah itu benar. Umar  pun terheran dan bertanya, “Bagaimana wahai Ali engkau membenarkan pernyataan Hudzaifah itu?”. Ali menjawab bahwa Hudzaifah benci kepada al-Haq karena makna al-Haq adalah kematian. Bukankah kematian itu adalah Haq? Bukankah dalam Al – Qur’an  Allah berfirman yang maksudnya “Dan sembahlah Tuhanmu hingga datangnya kematian”.

Adapun pernyataan Hudzaifah bahwa dia cinta fitnah maksudnya adalah bukankah anak -anak dan harta itu adalah fitnah sebagaimana tercantum dalam  al-Qur’an?. Hudzaifah cinta kepada anak dan harta, maka artinya dirinya cinta fitnah. Adapun shalat tanpa wudlu yang dimaksudkan Hudzaifah adalah bershalawat kepada Nabi, bukan shalat 5 waktu sebagai kewajiban rutin. Kemudian Hudzaifah memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Allah di langit yakni istri dan anak. Bukankah Allah itu Esa,Tunggal,tempat bergantung segala sesuatu ,yang tidak beranak dan tidak diperanakkan?  Maka dari itu Allah tidak memiliki istri dan anak. Inilah maksud Hudzaifah memiliki apa yang tidak dimiliki Allah. Adapun Hudzaifah menghafal yang bukan makhluk Allah adalah al-Qur’an.  Karena al-Qur’an bukanlah makhluk. Kemudian  Hudzaifah bersaksi kepada yang tidak pernah dilihatnya adalah bersaksi tentang keberadaan Allah, hari kebangkitan, ash – Shirat, surga dan neraka.

Mendengar penjelasan Ali bin Abi Thalib itu Umar berkata, “Sungguh penjelasanmu sangat baik. Kalau tidak karena penjelasanmu aku bakal celaka. Wahai Ali engkau telah menghilangkan kemarahan besar yang bersarang di hatiku”. Demikianlah dialog singkat dari kisah sahabat Umar, Ali dan Hudzaifah. Sungguh dialog yang memiliki nilai dan makna mendalam bagi kita. Ketika seorang hamba telah dekat kepada Sang Pencipta, kejernihan pikiran dan kebenaran perkataannya pun seirama dengan ayat-ayat yang diturunkanNya. Bagi mereka yang tidak mendapat petunjuk dan karunia Allah tentu saja akan menjadi salah sangka terhadap hambaNya. Meskipun demikian, ketiga manusia diatas tetaplah patut menjadi teladan bagi kita semua. Umar yang begitu tegas dalam menegakkan agama, Ali yang begitu cerdas, dan Hudzaifah yang sangat arif dalam menjalankan perintah agama.

Admin: Ratna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.