KKN-DR (DARI RUMAH) HARUS BAHAGIA ATAUKAH SENGSARA?

Oleh: Ratnawati

(Peserta KKN DR 069 IAIN Kediri)

Selamat datang para pembaca, semoga tulisan ini membawa setitik berkah untuk kita semua. Disini Penulis tidak akan menjelaskan detail perihal Covid-19, melainkan hanya ingin memberi selayang pandang seputar dampak Covid-19. Karenanya, terjadi perubahan sistem pendidikan formal dari tatap muka menjadi daring.  Aktivitas ini membuat pelajar harus belajar secara online. Syukurnya dapat terealisasikan meski sedikit terkendala dalam praktiknya. Nah, lalu bagaimana jika program pendidikan formal seperti KKN diterapkan? Mungkinkah juga terealisasi secara online?

Ya, sangat mungkin. Faktanya, saat ini penulis juga sedang merasakan KKN Dari Rumah. Sekilas memang tampak aneh. Bagaimana mungkin mahasiswa melakukan pengabdian dan aksi terjun nyata tanpa bertatap muka. Demikianlah faktanya, pendidikan tengah mengalami New Concept.  Sayangnya, begitu banyak mahasiswa yang mengeluhkan konsep KKN tersebut. Mahasiswa merasa bahwa KKN-DR (Dari Rumah) tidak layak disebut sebagai KKN sesungguhnya. Menurutnya, KKN itu harus terjun pada masyarakat. Hal itu memang benar adanya, namun akan berlawanan dengan anjuran pemerintah. Disinilah idealisme mahasiswa diuji, apakah mereka tetap teguh mempertahankan konsep KKN lama, atau justru secara  fleksibel dan dinamis memperbaharui konsep KKN yang baru tanpa meninggalkan esensinya.

Ketika penulis mengamati status ungkapan hati mahasiswa di medsos perihal KKN-DR, muncul persepsi bahwa KKN-DR adalah beban berat dan telah meruntuhkan semangat serta produktivitas mereka. Persepsi tersebut membuat kita lupa bahwa persoalan hidup ini sejatinya bersifat netral, persepsi manusialah yang menginterpretasikannya menjadi positif atau negatif. Sebetulnya manusia diberi kebebasan untuk menyikapi suatu persoalan. Kira-kira ia akan memilih optimis atau menyerah. Tuhan pun tidak menuntut kita untuk bisa melakukan, tapi mau melakukan atau tidak. Namun, mayoritas mahasiswa lebih memilih jalan persepsi negatif. Sehingga terjadilah jarak antara harapan dan realitas. Menuntut terpenuhinya harapan hanya akan menghasilkan kesengsaraan dan lupa terhadap solusi kreatif menyelami realitas. Disinilah daya survival mahasiswa mulai diuji. Hanya mereka yang kuat spiritnya, cerdas pola pikirnya, dan kreatif jasmaninya yang mampu melewati KKN-DR.

HARUS  BAHAGIA  ATAU  SENGSARA?

Sebuah jurus ampuh untuk menyikapi KKN-DR adalah kebahagiaan. Percaya atau tidak, kebahagiaan mampu mengubah hal yang sebenarnya berat menjadi nikmat. Tetapi banyak orang keliru mendefinisikan makna bahagia sesungguhnya, sehingga mereka tidak mampu beradaptasi dengan gelombang masalah yang ada. Orang bahagia itu senantiasa gembira, optimis dan berpikir  positif. Orang yang berpengharapan positif berusaha memandang suatu masalah dari nilai positif kemudian mencari solusi yang lebih baik serta tidak melimpahkan kesalahan pada orang lain.[1] Mereka mampu berbahagia atas masalah yang ada. Berbeda dengan orang yang lemah, mereka cenderung pesimis, berpikir negatif, tidak  kreatif, kurang solutif, dan sering menyalahkan keadaan. Orang yang lemah jika hendak mencapai kebahagiaan selalu menggantungkan diri pada syarat-syarat. Sedangkan orang yang telah memperoleh kebahagiaan sejati tidak perlu membuat syarat atau batasan bila ingin bahagia.  Kebahagiaan  itu  tercipta ketika hati dekat dengan Sang Maha Cinta serta akal yang mengikuti perintahNya. Sehingga mereka mampu mengubah penderitaan menjadi kenikmatan.

PERBEDAAN KESENANGAN DENGAN KEBAHAGIAAN

Bapak Khairul Hamim, Dosen IAIN Mataram menuliskan, seringkali manusia tidak mampu membedakan antara kesenangan dan kebahagiaan, padahal keduanya berbeda. Bahagia sudah pasti senang, tapi senang belum tentu bahagia. Kesenangan merupakan aktifitas fisik yang terjadi akibat saraf pusat kesenangan terstimulus oleh faktor dari luar sehingga muncul hormon rasa  senang.[2] Terkadang kesenangan semacam itu hanya bertahan sebentar saja. Sedangkan kebahagiaan merupakan kesenangan dan ketenangan yang timbul karena nilai-nilai kehidupan yang hakiki dan membawa pada kebahagiaan abadi.

Nah, jika kita sudah paham bahwa menjalankan KKN-DR dengan perspektif kebahagiaan itu bisa dilakukan serta menghasilkan produktivitas, apakah kita akan tetap memilih jalan sengsara? Coba renungkan kembali.

5 LANGKAH JITU BERBAHAGIA DENGAN KKN-DR PERSPEKTIF AL-QUR’AN

  • IMAN

Iman merupakan kunci utama kebahagiaan. Sebagaimana surat al-Mu’minun:1, sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Kebahagiaan dan keberuntungan hanya diperuntukkan mereka yang beriman. Menurut Jalaluddin Rakhmat kata aflaha merupakan gambaran kebahagiaan yang sempurna. Di  dalamnya terdapat keadaan hidup yang penuh kebaikan dan keberkahan. Allah  berfirman  إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا , Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.[3] Jika kita mengimani firman tersebut, persoalan akan dimudahkan dan hati kita menjadi tenang.[4]

Dalam kasus KKN-DR, langkah pertama adalah kita yakini dahulu kebenaran firman tersebut. Mungkin Allah membuat KKN-DR terasa sulit, namun percayalah bersama kesulitan itu ada kemudahan. Asalkan kita percaya (beriman) dan berusaha menemukan kemudahannya.

  • BERSYUKUR

Mengeluh hanya akan mengaktifkan gen-gen negatif dan menginstruksikan aksi-aksi negatif pula. Coba rasakan, ketika dirimu menganggap KKN-DR itu berat, maka hatimu menjadi sumpek, ide-ide menjadi buntu, bahkan tubuh menjadi tidak bugar. Hal ini karena kita kurang bersyukur. Bayangkan jika KKN Offline dilaksanakan, kemudian terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, bukankah itu justru merepotkan? Maka syukurilah apa yang masih kita punya. Gunakan untuk memberi manfaat pada sesama meski tidak tatap  muka. Sikapilah keadaan ini dengan positif thinking. Dengan KKN-DR kita bisa belajar bagaimana memanfaatkan media massa dengan konten yang membanggakan kampus kita.

  • MEMAAFKAN ORANG LAIN

Belajarlah menjadi manusia berhati luas. Sehingga mampu membuka kesempatan bagi orang lain untuk memperbaiki kesalahannya. Bukankah Allah juga bersikap demikian kepada kita? Sukakah kita bila Allah tidak memafkan kesalahan kita? Maka dari itu, bila dalam KKN-DR pihak kampus menetapkan aturan yang mungkin berubah-ubah atau membingungkan maka berlapang dadalah. Wajar saja hal semacam itu terjadi, sebab konsep KKN kali ini memang pertama kali. Pasti para petinggi kampus sempat merasa kebingungan membuat konsep baru dengan karakter mahasiswa yang variatif. Berluas hati dan hormatilah meski tak sejalan, bahwa para penggagas konsep KKN-DR juga manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan. Jika kebencian dibalas dengan kebencian, darimana kita bisa merasakan indahnya kesabaran saat memaafkan? Mari saling memahami satu sama lain dan fokus pada tujuan bersama yakni memberi kontribusi kepada masyarakat dengan karya yang bermanfaat.

  • JAUHI BURUK SANGKA

Allah berfirman dalam surat al-Fath:12, “Setan telah menghias prasangka itu di hati kalian. Kalian telah berprasangka buruk. Maka, jadilah kalian kaum yang menderita”. Secara psikologis, berburuk sangka akan membuat jiwa kita menderita karena penuh dengan emosi negatif seperti marah-marah, cemas, kecewa, stress dan lain-lain. Bila dikaitkan dengan KKN-DR, emosi negatif ini dapat membunuh produktivitas dan kreativitas mahasiswa.

  • MENJAUHI KEINGINAN DUNIAWI

Untuk dapat menjalankan KKN-DR dengan bahagia, seyogyanya kita mengurangi keinginan-keinginan yang tidak realistis. Stress terhadap KKN-DR itu terjadi karena kita memiliki keinginan-keinginan yang tidak sesuai kenyataan. Padahal terlalu banyak keinginan akan membuat hidup kita tidak tenang. Coba pertanyakan pada dirimu sendiri, yang kamu inginkan dari KKN offline benarkah untuk mengabdi kepada masyarakat atau jangan-jangan hanya untuk memenuhi hasrat duniawi. Seperti popularitas, ingin pamer (pansos), ingin dianggap mahasiswa yang peduli masyarakat, ingin bersenang-senang, dan semacamnya. Mari luruskan niat kita masing-masing. Jika memang hendak mengabdi kepada masyarakat setulus hati, lakukan  saja, tanpa memandang apakah itu online atau offline. Berikan kontribusi kita semaksimal mungkin dan jangan terlalu banyak menuntut terpenuhinya keinginan-keinginan pribadi kita.

SELAMAT MENGABDI

Dan saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.H.M. Dimyati Huda, M.Ag selaku dosen pembimbing KKN serta para dosen prodi Tasawuf dan Psikoterapi.

Don’t forget to visit my creation about  KKN-DR, silakan klik link di bawah ini

https://www.instagram.com/p/CDBbs9FjdZc/

https://youtu.be/GkNXfAMGkDs


[1]   Cahyo Satria Wijaya, Think Positive, feel positive & Get Positive Life. Yogyakarta: Second Hope, 2011, Hlm. 64

[2]  Khairul Hamim, Kebahagiaan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat. Jurnal Tasamuh Vol. 13 No. 2 Juni 2016, hal. 139

[3] https://tafsirweb.com/12838-quran-surat-al-insyirah-ayat-6.html

[4]Jalaludin Rakhmat. Tafsir Kebahagiaan. Jakarta: Serabi,2010. Hlm. 29

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.