Ketika Dosen dan Mahasiswa Bertasawuf di Kelas

(04/11/19), Pukul 13.00 WIB, ruang L210 Gedung Ushuluddin menjadi saksi bahwa mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi telah mendapat pengetahuan segar selama 2 sks. Terkhusus mahasiswa TP angkatan 2017 yang sedang mempelajari mata kuliah Psikologi Transpersonal. Awalnya, dosen mata kuliah tersebut merasa sakit hati bila ada mahasiswa yang tidak masuk tanpa alasan yang kuat. Seolah-olah mahasiswa tidak suka apalagi serius pada mata kuliah itu. Perlu diakui bahwa umumnya dosen akan merasa kecewa bila mahasiswa tidak mengupayakan hal yang sama seperti apa yang telah diupayakan dosen. Hal itu dapat dilihat dari respon para dosen ketika menjumpai mahasiswa yang sering absen, malas membaca, presentasi buruk, pasif di kelas, atau bahkan tertidur di kelas. Dampaknya adalah dosen akan melakukan perniagaan perkuliahan, dimana mahasiswa yang dianggap tidak produktif di kelas akan mendapat nilai buruk, sebaliknya mahasiswa yang dianggap produktif akan mendapat nilai bagus. Seperti halnya berdagang, penjual menjual sesuatu untuk mendapatkan uang dan pembeli memberikan uang untuk mendapatkan sesuatu. Jika penjual tidak diberi uang, maka ia tidak akan memberikan sesuatu yang dijualnya. Begitu pula pembeli, bila ia tidak memberikan uang, maka ia tidak akan mendapatkan sesuatu.

            Tidak ada yang keliru dengan konsep diatas, sebab memang tujuannya adalah menstimulus mahasiswa agar menjadi lebih produktif, semangat, dan pengetahuan yang diperoleh tidak sia-sia. Namun di luar itu ternyata ada konsep segar yang lebih lembut dan mampu dipraktekkan dalam sebuah kelas. Konsep ini bernama tasawuf. Tasawuf mengajarkan kelembutan dan pemaknaan lebih mendalam ketika menyikapi sesuatu. Sebetulnya saya sakit hati dengan sikap mahasiswa yang absen hingga 4 kali tanpa alasan. Saya pun sama seperti kalian, adakalanya enggan untuk masuk kelas. Tapi saya berprasangka baik bahwa teman-teman mengharapkan ilmu ini sehingga  saya tetap masuk”, ujar dosen tersebut. “ Kita belajar psikologi transpersonal ya seperti ini prakteknya, kita harus bisa melampaui diri dengan kata lain tidak berhenti pada keinginan diri. Belajar untuk memahami dosen, andaikan mahasiswa merasakan posisi dosen tentu tidak akan absen atau malas. Sebaliknya dosen belajar memahami mahasiswa sehingga tidak mudah menuntut dan marah pada mahasiswa” lanjutnya dengan nada tanpa emosional.

            Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, mahasiswa seakan mendapat hawa baru dalam memaknai perkuliahan. Permasalahan yang sama ketika dilihat dengan sudut pandang berbeda ternyata mampu membuka kesadaran mahasiswa dalam menjalani perkuliahan. Tentunya dengan konsep tasawuf itu mereka mulai sadar akan pentingnya memahami pengetahuan tidak sekedar dengan akal, tetapi juga hati. Sekali lagi ini adalah permasalahan sudut pandang yang berbeda ketika menyikapi sesuatu, sedangkan bentuk masalahnya adalah sama. Semua kelas pada umumnya mengalami problem yang sama, namun ketika menggunakan pendekatan punishment maupun tuntutan, timbullah kebencian murid pada guru, sebab murid merasa guru tidak mengerti mereka. Disinilah letak keunikan metode tasawuf. Memaksakan keinginan diri akan melahirkan ketidakselarasan. Permasalahan yang sama bila dibenahi dengan saling melepaskan keinginan diri dan masuk ke diri yang lain tentu akan menimbulkan kesadaran. Hasilnya, mahasiswa TP memiliki spirit baru untuk menempuh mata kuliah selanjutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.