Kesehatan Adalah Nikmat Allah Yang Tak Ternilai Harganya

(Sebuah Renungan atas Pandemi Global Covid-19 di Indonesia)

 Oleh : Yuli Darwati, M.Si

Empat bulan sudah kita hidup dalam situasi dan kondisi Pandemi global covid-19. Kondisi yang mengerikan, mencekam, dan menakutkan bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Mengapa? Karena virus covid-19 ini mudah menyebar , merusak  organ tubuh manusia, utamanya paru-paru sehingga banyak penderitanya yang kemudian meninggal dunia. Virus ini juga telah mengalami mutasi, sehingga gejala covid-19 bisa berbeda-beda. Virus ini ditularkan antar orang, dan melalui benda-benda yang telah tersentuh oleh penderita covid-19. Virus covid -19 mudah menular dan membahayakan bagi kelompok rentan seperti para lansia, orang dengan penyakit bawaan dan degeneratif seperti jantung, paru-paru, diabetes dll, serta anak-anak. Demikian pula dengan orang-orang yang memiliki imunitas yang rendah.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan covid-19, antara lain anjuran kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan , mengenakan masker, social distancing, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan sering mencuci tangan dengan sabun dll. Beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Malang telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala besar, untuk menekan penularan covid-19. Namun demikian, penderita covid-19 terus mengalami peningkatan. Sampai artikel ini ditulis, penderita  covid -19 di Indonesia telah mencapai 54.000 orang. Sebagian dari mereka sembuh, dan sebagian yang lain meninggal dunia.

Kemudahan akses komunikasi saat ini menambah kengerian dalam hidup kita sehari-hari. Beberapa waktu yang lalu diberitakan bahwa di Surabaya, satu keluarga terinfeksi virus covid-19, 3 orang meninggal dunia dan 3 lainnya dalam perawatan. Masih di Surabaya di media sosial beredar video seorang dokter perempuan berjalan-jalan dalam kondisi telanjang, karena depresi sebagai akibat suami dan anaknya telah meninggal dunia karena covid 19. Kemudian di Semarang, diberitakan karena KUA memberikan kelonggaran terkait penyelenggaraan pernikahan telah menjadi media penyebaran covid-19. Ibu dan adik pengantin perempuan meninggal dunia. Tracing dan tes swab menunjukkan beberapa tamu undangan dan kerabat positif covid-19 dan sebagian dari mereka tergolong Orang Tanpa Gejala (OTG).  Pandemi covid-19 tidak hanya membuat sakit penderitanya, tetapi juga membahayakan orang lain di sekitarnya. Covid-19 menimbulkan duka baik fisik dan psikologis bagi orang-orang di sekitarnya.

Sungguh beruntung hari ini, saya dan kalian semua yang membaca tulisan ini masih diberikan perlindungan Allah SWT dengan anugerah kesehatan. Sampai detik ini kita masih dapat menikmati  segarnya udara pagi, makanan dan minuman yang lezat, menikmati indahnya dunia, anak-anak yang manis, suami atau isteri yang memotivasi dan lain sebagainya. Kita tidak bisa membayangkan betapa sakitnya menderita covid-19. Kata mereka, menderita covid-19 itu sungguh sakit, betapa susahnya bernafas sehingga harus dibantu ventilator. Lebih menderita lagi tentunya, ketika mereka juga memiliki penyakit bawaan atau pun degeneratif lainnya. Belum lagi, situasi isolasi yang membosankan semakin membuat mereka stres dan lemah. Perlu perjuangan yang keras dan semangat hidup yang tinggi untuk melawan covid-19. Tidak mengherankan jika sebagian dari mereka sembuh dan sebagian yang lain meninggal dunia.

Kesehatan adalah nikmat Allah yang tak ternilai harganya dalam kehidupan ini. Bayangkan ketika kita sakit, makanan yang lezat pun tidak menimbulkan selera, bahkan berubah tidak enak rasanya. Tidur pun tak nyeyak, perasaan pun ikut gelisah ketika sakit. Kita merasa tak berdaya. Apalah artinya kekayaan jika kita sakit, kita pun tidak bisa menikmatinya. Untuk itu orang akan berusaha untuk sehat lagi. Berbagai pengobatan dilakukannya agar mereka sehat kembali . Mungkin kita akan tidak peduli dengan biaya yang harus kita keluarkan, berapa pun akan kita upayakan agar kita sehat kembali.

Namun demikian, hanya sebagian orang menyadari betapa pentingnya kesehatan ketika ia dalam kondisi sehat. Dalam situasi pandemi sekarang ini, masih banyak orang-orang di sekitar kita yang tidak memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana anjuran pemerintah karena merasa dirinya sehat dan kuat. Mereka menyambut suka cita program new normal life.  Sebagian dari mereka mengartikan bahwa new normal life sebagai kebebasan.  Mereka kembali beraktifitas layaknya sebelum pandemi covid-19. Kebiasaan  nongkrong, dugem, berkerumun kembali dilakukan. Banyak  diantara mereka tidak mengenakan masker saat keluar rumah, dan enggan menjaga pola hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan dengan sabun dan lain-lain.

Dalam konteks yang lain ketika kita sehat, mungkin kita lebih suka mengoleksi benda-benda dari pada menggunakan anggaran untuk pemeliharaan kesehatan tubuh. Kita lebih suka bermewah-mewah makan makanan di restoran yang mahal, meskipun makanan itu tidak baik untuk tubuhnya.  Kita tidak makan karena tubuhnya membutuhkan makanan, tapi kita makan hanya sekedar memenuhi keinginan untuk makan, akibatnya mereka makan berlebihan sehingga menimbulkan penyakit. Mungkin kita sangat peduli dengan rumah , kendaraan, hewan ternak yang kita miliki karena itu adalah simbol keberhasilan hidup di dunia, namun kita lalai dengan dirinya sendiri.  Banyak orang bekerja dengan keras untuk menumpuk kekayaan, bahkan sering tidur larut malam. Mereka lupa ketika tubuh lelah maka kita harus istirahat. Lambat laun kita menjadi lemah dan sakit.

Mari kita evaluasi diri kita sendiri, terkait dengan kepedulian kita terhadap kesehatan diri. Berapa kebutuhan minum kita dalam satu hari? Berapa kebutuhan tidur kita dalam sehari semalam? Apakah kita sudah makan makanan yang sehat dan bergizi dengan jumlah yang tepat? Apakah kita telah memiliki berat badan yang ideal? Sudahkah kita olah raga hari ini? Apakah kita selalu mengenakan masker saat keluar rumah? Sudahkan kita melakukan social distancing saat dengan orang lain?  Saya yakin tidak semua orang  memperhatikan hal ini.  Rupanya istilah “ mencegah lebih baik dari pada mengobati”  hanya menjadi jargon semata bagi sebagian orang.

Sebagian besar orang lahir dalam kondisi  sehat. Dengan demikian  desain dasar tubuh kita adalah sehat. Tubuh kita berfungsi dengan baik dan seimbang atas kuasa Allah SWT. Dan ini berarti ketika kita hidup kita harus mempertahankan fungsi-fungsi tersebut agar tetap dalam keadaan yang seimbang. Namun kenyataannya, keadaan tubuh kita tidak selalu berjalan seimbang dan berfungsi dengan baik, sehingga kita jatuh sakit.

Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kita sakit? Atau mengapa kita tidak selalu sehat? Dokter Ade Hashman dalam bukunya yang berjudul Rahasia Kesehatan Rosulullah mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh kita, yaitu genetik , lingkungan, dan Perilaku. Pertama  adalah faktor genetik. Faktor genetik  merupakan faktor keturunan yang diwarisi dari kedua orang tua. Penyakit yang timbul akibat efek  genetik sulit diperbaiki. Ilmu kedokteran sampai saat ini tidak mampu berbuat banyak untuk memperbaiki kecacatan bawaan, kecuali rekonstruksi efek-efek yang bersifat kosmetik pembedahan. Faktor genetik lebih sering merupakan faktor potensial yang akan muncul bila ada stimulasi lingkungan. Kedua, faktor lingkungan. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (tanah, air, udara, dan iklim), lingkungan biologis (tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan material-material organik lainnya), lingkungan sosial (masyarakat, ekonomi, budaya, politik, dan spiritual). Ketiga, faktor perilaku. Faktor ini meliputi kebiasaan-kebiasaan, gaya hidup, dan tradisi yang dilazimkan dalam keseharian, meliputi pola hidup secara keseluruhan (perilaku konsumsi, istirahat, tidur, bekerja, dan pengelolaan emosi).

Faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang berada  dalam kendali kita dan menjadin faktor terpenting dalam memelihara kesehatan. Kita tidak memiliki kemampuan mengendalikan  program autopilot di dalam tubuh kita. Apa yang terjadi adalah bersifat mekanis atas kuasa Allah SWT. Namun, keadaan internal tubuh kita akan sangat dipengaruhi oleh cara kita memperlakukan tubuh kita tersebut. Komponen tubuh kita akan aus dimakan oleh waktu atau umur. Tubuh kita pasti akan mengalami proses penuaan dan bahkan akan mati.Namun, proses itu dapat berjalan lebih awal atau diperlambat bergantung bagaimana kita menjalani kehidupan ini.

Menurut Dokter Ade Hashman masih dalam buku rahasia kesehatan Rasulullah, mengatakan  mengatakan bahwa konsepsi  hidup sehat dalam Islam menjadi bagian integral dalam syariat Islam. Bagaimana seorang muslim makan, minum, berpakaian, menjaga kebersihan, melakukan aktifitas fsik, mengelola kehidupan emosi secara garis besar diatur di dalam Islam. Lebih lanjut ia  menguraikan bahwa simpul-simpul pemeliharaan kesehatan dalam Islam terletak pada kehidupan yang bersih, aktif, tenang, moderat, adil, proporsional, seimbang dan alami. Rasulullah mengajarkan kita untuk tidak mengabaikan kebutuhan diri, “ Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”. Rasulullah menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas, bersifat ekstrem, dan berlebih-lebihan dalam beribadah. Ketika ada seorang sahabat yang berazam: akan berpuasa terus menerus, shalat tahajud sepanjang malam sehingga kebutuhan jasmaninya terabaikan. Rasulullah justru mengatakan” Sesungguhnya aku mengawini wanita, memakan daging, aku tidur, bangun (shalat malam), puasa, dan aku berbuka. Siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukan umatku,” (HR Bukhari Muslim). Rasulullah menegaskan bahwa kita tidak dituntut untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan diri kita. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kemampuannya”. (QS Al baqarah:236). Perintah-perintah dalam ibadah selalu proporsional dalam menjaga kesimbangan antara materiil dan spirituil

Dari uraian diatas dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kesehatan adalah nikmat Allah yang tak ternilai harganya. Mari kita syukuri nikmat Allah ini dengan senantiasa memelihara kesehatan tubuh kita dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Mari kita jaga keseimbangan tubuh kita dengan senantiasa  aktif, tenang, dan memperlakukan tubuh kita  secara adil, proposional dan seimbang dalam kehidupan kita sehari-hari. Terlebih, saat ini kita hidup dalam situasi pandemi global covid-19. “Sesungguhnya mencegah itu lebih baik daripada mengobati.”Allah pun telah berfirman:“Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri,”(QS Al-Anfal:53).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.